Selamat Datang di Blog www.hawadanadam.blogspot.com,blog dunia wanita jalan menuju pintu surga

Jumat, 08 Juli 2011

Mengupas Tentang Maskawin(mahar) Nikah

Maskawin atau Mahar terbagi menjadi dua macam:
1.      Mahar Musamma ialah, nilai maskawin sesuai yang dikehendaki (disebut) oleh wanita calon istrinya. Yaitu nilai maskawin yang tidak mengikuti kebiasaan orang tua dan keluarga wanita calon pengantin putri.
2.      Mahar Mitali ialah, nilai maskawin orang tua dan keluarga calon pengantin putri.
Pasal 56 Tentang Penyebutan Maskawin Dalam Nikah
Menurut fatwa ulama: disunahkan menyebut jumlah atau nilai maskawin di dalam akad nikah. Dan bila tidak menyebut jumlah atau nilai maskawin di dalam akad nikah, maka akad nikahnya sah juga. (Hamisy Al Bajuri :II/119-120). Tetapi yang lebih utama menyebut jumlah atau nilai maskawin di dalam akad nikah. Apabila seorang wanita berkata kepada walinya, “Aku kau nikahkan kepada Umar dengan maskawin apa saja dia kehendaki asal pantas!”. Maka sah nikahnya, sekalipun tidak menyebut jumlahnya maskawin. Tetapi ketika wanita yang shah nikah itu disetubuhi, maka tetap lelaki wajib membayar mahar mitsil. Ketika wanita itu ternyata tidak ada orang tua yang diikuti untuk menentukan nilai dan jumlah maskawin, maka ketentuannya menganut kebiasaan orang kampong setempat.
Pasal 57 Tentang Maskawin al-Qur’an
Dan boleh juga menikah seorang wanita atas manfaat maskawin yang telah diketahui seperti maskawin sedia mengajar al-Qur’an kepada wanita calon istri yang akan dinikahinya. (Hamisy Al Bajuri: II/123).
Pasal 58 Tentang Gugurnya Maskawin
Dan gugurlah separuh maskawin karena sebab ditalak sebelum bersetubuh. Adapun setelah bersetubuh, sekalipun hanya satu kali, pun kewajiban memberikan maskawin seluruhnya. Apabila mati salah satunya, sebelum diterimakan sejumlah maskawin dan sebelum bersetubuh, maka wajib membayar mahal mitsil. Demikian menurut fatwa ulama yang Adlhar. (Hamisy Al Bajuri: II/123).
Pasal 59 Tentang Nilai Kecukupan Maskawin
Cukup memadai nama maskawin itu dimana sesuatu yang ada nilainya. Namun disunahkan maskawin itu tidak kurang dari nilai uang 10 dirham, dan tidak lebih atas nilai uang 500 dirham.
Pasal 60 Tentang Nilai Dirham
Setiap 10 dirham sama dengan 30 uang. Setiap 500 dirham sama dengan 60 real lebih 3 ½ real, yaitu sama dengan 125 rupiah dan setiap rupiah 12 uang.(zzid)
diambil dari Kitab Tabyinal Islah karya Syaikh Haji Ahmad Rifa’i
* Mengupas Tentang Maskawin(mahar) Nikah

Sholat Tarawih 20 Rekaat Bid’ah ???

Man Qooma Romadhona Iimaanan Wahtisaaban Ghufiro lahu ma taqoddama min Dzanbih ( Barang siapa dia qiyamur Romadhon dengan Iman dan mengharap ridho Alloh maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu ). HR Bukhori.
Imam Ash Shon’aniy dalam Subulussalam berkata, ampunan dosa yang dijanjikan dalam hadits diatas hanya akan diberikan apabila kita menjalankan qiyamur Romadhon sebulan penuh. Qiyamur Romadhon atau yang lebih dikenal dengan sholat tarawih adalah sebuah ibadah yang hanya dilakukan di dalam bulan romadhon saja.
Nabi Muhammad Saw dalam hadits diatas memberikan garansi ampunan dari dosa-dosa yang telah lalu, apabila kita dapat mengerjakannya dengan penuh keimanan kepada Alloh disertai dengan hanya mengharapkan ridhonya semata. Imam Muhyiddin An Nawawi mengatakan bahwa dosa yang akan mendapat maghfiroh dari Alloh swt adalah dosa-dosa kecil yang bersangkutan dengan haqqulloh, adapun dosa-dosa besar dan yang bersangkutan dengan haqqul adam maka disyaratkan taubat dan memohon maaf kepada yang bersangkutan.
Lalu berapa rekaatkah sholat tarawih yang sesuai tuntunan Nabi Saw ?
Para pakar hadits berbeda pendapat tentang bilangan rekaat dalam sholat tarawih, sebab apabila merunut pada hadits di atas, Nabi Saw tidak memberikan batasan khusus tentang bilangan rekaat tarawih.
Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam kitabnya Risalah At Tarawih dengan sangat radikal mengatakan bahwa sholat tarawih lebih dari sebelas rekaat seperti melaksanakan sholat dzuhur lima rekaat, mafhumnya menurut al albani melakukan sholat tarawih lebih dari sebelas rekaat hukumnya haram, sebagaimana haramnya melakukan sholat dzuhur lima rekaat dan dianggap bid’ah.
Padahal ulama-ulama sholih pada zaman dahulu tidak ada satupun yang saling cemooh masalah bilangan rekaat tarwih ini meskipun mereka berbeda pendapat. Imam Syafi’i misalnya beliau lebih menyukai sholat tarawih 20 rekaat, namun tidak ada kesempitan bagi orang yang menjalankannya diluar 20 rekaat itu. ( ungkapan ini dapat dilihat dalam Fathul Bari Karya Ibnu Hajjar Al Asqolaniy )
Imam Ahmad Bin Hanbal juga berkata ketika beliau ditanya oleh Muhammad Bin Nashr Al Marwazi tentang variasi sholat tarawih, bahwa variasi sholat tarawih itu ada 40 macam dan beliau tidak memberikan penilaian terhadap salah satupun dari variasi-variasi itu. Pernyataan para ulama mujtahid mutlak tersebut menunjukkan bahwa umat islam boleh menjalankan sholat tarawih berapa saja, karena tidak ada ketetapan baku dari Nabi mengenai hal itu.
Memang ada ulama yang menyatakan bahwa sholat tarawih 20 rekaat itu merupakan ijma’ ( konsensus ) para sahabat, seperti Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu Taymiyah dan Imam Ibnu Qudamah, kendati demikian mereka toh tidak pernah melarang atau mengharamkan pelaksanaan sholat tarawih diluar 20 rekaat.
Bahkan Ibnu Taymiyah dalam kitab Al Fatawa ( II/2 ) berkata,” Sesungguhnya jumlah rekaat qiyam Romadhon itu tidak memiliki batasan yang jelas dari Nabi. Meskipun ada keterangan yang mengatakan bahwa nabi menjalankan qiyamullail di bulan Romadhon dan diluar ramadhan tidak lebih dari 13 rekaat. Tetapi dalam sholat tersebut beliau memanjangkan bacaannya. Baru kemudian ketika Umar mengumpulkan orang-orang bermakmum kepada Ubay bin Kaab untuk melakukan sholat tersebut, Ubay melakukan sholat tarawih dengan 20 rekaat dengan tiga witir. Dalam sholat itu Ubay memendekkan bacaannya sesuai dengan jumlah rekaat yang ditambahnya. Hal itu bertujuan untuk meringankan jamaah daripada memperpanjang satu rekaat.
Ungkapan di atas adalah mengindikasikan bahwa melaksanakan sholat tarawih 20 rekaat ataupun 11 rekaat diperbolehkan dan tidak haram sebagaimana yang dikatakan oleh Albani, yang terpenting adalah bacaannya tartil, tidak tergesa-gesa dan hati dapat khusyu’ menghadap Alloh, Insya Alloh maghfiroh Alloh sebagaimana yang dijanjikan Nabi akan dapat kita raih.
Di zaman sekarang ini, sudah bukan eranya lagi mempersoalkan bilangan tarawih, apalagi sampai melontarkan kata-kata bid’ah bagi saudara kita yang tidak sejalan, sebab masalah ini telah selesai dibahas dan diteliti oleh ulama-ulama Islam berabad-abad yang lampau.
* Sholat Tarawih 20 Rekaat Bid’ah ???

Hukum Jilbab Dan Cadar (Niqob)

1.Definisi.
Perlu diketahui terlebih dahulu tentang definisi kedua istilah tersebut;
JILBAB adalah suatu kain penutup kepala, leher dan dada seorang wanita.
Nama lainnya adalah Khimaar, jama’nya Khumur,  Kerudung atau Tudong dalam bahasa Melayu. Lihat Surat An- Nuur ayat 31 tentang PERINTAH BERJILBAB.
NIQOB adalah suatu kain yang dipakai menutup wajah seorang wanita, sehingga yang tampak hanya kedua matanya.
Nama lainnya adalah Purdah, Hijaab, Chador, Bushiya, Burqo, atau CADAR dalam bahasa Melayu/ Indonesia.
2. Hukum
2.1. Hukum JILBAB
Para Ulama Salaf sepakat bahwa Rambut, Leher dan Dada seorang wanita merdeka adalah termasuk bagian AURAT tubuh yang harus ditutup.
Sebagaimana juga di tulis oleh Syekh A.Rifa’i dalam kitabnya berjudul RI’AYATUL HIMMAH I/ bab syarat sah sholat bahasa Jawi berdasarkan madzhab Syafi’i, demikian:
» Ngurate wong merdiko tinemune
» Iku sekabehe badan anging rerahine
» Lan epek- epeke karo, dhohir bathine


Indonesianya:
Aurat seorang wanita merdeka adalah seluruh badan, KECUALI WAJAH dan KEDUA TELAPAK TANGANNNYA, baik bagian LUAR  maupun DALAM telapak tangan nya.
Pendapat Syafi’i ini bersesuaian dengan pendapat gurunya yakni imam Malik.
Beberapa Ulama antar madzhab sepakat tentang masalah auratnya rambut, leher dan dada serta anggota tubuh yang lain. Perbedaan mereka hanya pada  masalah telapak tangan dan telapak kaki.
Imam Hanafi menganggap bagian luar telapak tangan termasuk aurat, demikian juga telapak kaki.
Imam Hambali menganggap seluruh tubuh adalah aurat terkecuali wajah saja.
Imam Ja’far (Dari Syi’ah Imamiyah) menganggap bahwa kedua telapak tangan luar dalam dan kedua telapak kaki sampai betis bukan merupakan aurat.
Hujjah mereka adalah BERDASARKAN Surat An- Nuur ayat 31:
……. …….ﻮﻟﻴﺿﺭﺑﻥ ﺑﺨﻤﺭﻫﻦ ﻋﻟﻰ ﺠﻴﻮﺑﻬﻦ
….” Dan hendaklah wanita- wanita itu menurunkan kerudung (dari kepala) sampai (menutup) dada- dada mereka…….
dan beberapa hadist dibawah ini:
ﻋﻥ ﻋﺋﺷﺔ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻟﻪ ﻋﻧﻬﺎ ﺍﻦ ﺍﺴﻤﺎﺀ ﺑﻨﺖ ﺍﺑﻰ ﺑﻜﺭ ﺩﺨﻟﺖ ﻋﻟﻰ ﺭﺴﻭﻞ ﺍﻠﻠﻪ ﺼﻟﻌﻡ ﻭﻋﻠﻴﻬﺎ ﺛﻴﺎﺐ ﺭﻗﺎﻖ ﻔﺄﻋﺮﺾ ﻋﻨﻬﺎ ﺮﺴﻮﻞ ﺍﻠﻠﻪ ﺼﻟﻌﻡ ﻮﻗﺎﻞ ﻴﺎ ﺃﺴﻤﺎﺀ ﺇﺫﺍ ﺑﻠﻐﺖ ﺍﻠﻤﺤﻴﺾ ﻠﻡ ﺗﺼﻠﺢ ﺍﻦ ﻴﺮﻯ ﻤﻨﻬﺎ ﺇﻻ ﻫﺬﺍ ﻮﻫﺬﺍ ﻮﺃﺸﺎﺭ ﺇﻠﻰ ﻭﺠﻫﻪ ﻮﻜﻔﻴﻪ . ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮﺪﺍﻭﺪ
Artinya:
Dari A’isyah RA bahwa sesungguhnya Asma’ binti Abi Bakar masuk kehadapan Rasulullah SAW dan Asma’ saat itu memakai baju yang tipis. Maka Rasulullah berpaling daripadanya seraya berkata: “Apabila Wanita telah dewasa (haidh), maka ia tak boleh terlihat kecuali INI dan INI. Dan Rasul menunjuk pada WAJAH dan TANGAN beliau. Hadist riwayat Abu Dawud.
Dari hadist ini nyata sekali bahwa selain MUKA dan TELAPAK TANGAN  adalah aurat.
ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺭ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻟﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻞ ﺍﻟﻨﺑﻰ ﺼﻠﻌﻢ ﻻ ﺘﻨﺘﻗﺐ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﻤﺤﺮﻤﺔ ﻭﻻ ﺗﻟﺑﺲ ﺍﻟﻗﻔﺎﺯﻴﻦ . ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺑﺧﺎﺮﻱ
Artinya:
Dari  Ibnu Umar RA, Nabi bersabda: ” Janganlah wanita yang sedang Ihrom itu memakai NIQOB, jangan juga memakai kedua SARUNG TANGAN”. Hadist Riwayat Bukhori.
Hadist ini memperkuat hadist yang pertama bahwa WAJAH dan KEDUA TELAPAK TANGAN adalah bukan aurat. Bahkan Rasulullah memerintahkan agar CADAR  dan KAOS TANGAN untuk DILEPAS, sehingga bila thowaf dengan memakai NIQOB/ CADAR dan KAOS TANGAN, maka thowafnya tidak sah. Seandainya WAJAH dan TELAPAK TANGAN termasuk aurat, pastilah saat Ihrom atau Thowaf lebih layak untuk ditutup dari pada dalam keadaan biasa.
Hadist- hadist inilah yang dipakai hujjah oleh sebagian besar Ulama’ bahwa CADAR itu adalah sekedar TRADISI bukan SYAR’I. (Lihat: Ibn Rusyd Al- Qurthubi: Bidayatul Mujtahid I/115 – Abil Mawahib As-Syafi’i: Mizaanul Kubro. 170.)
2.2. Hukum CADAR / NIQOB.
Berikut ini beberapa hadist dan ayat yang dipakai sebagai dalil tentang anjuran memakai NIQOB:
♦  Dari Ummi ‘Athiyah: “Kita diperintahkan oleh Rasulullah untuk mengajak wanita- wanita yang sedang haidl dan wanita- wanita bercadar untuk menghadiri perayaan IED. Wanita- wanita yang sedang Haidl dijauhkan dari Musholla. Seorang wanita bertanya: “Ya Rasulalloh, bagaimana tentang seorang wanita yang tidak memakai cadar?” Rasul menjawab: ” Biarlah dia berbagi dengan temannya (yang bercadar). Shohih Bukhori 8/ 347/1
♦  Pada ayat Al- Qur’an Surat Arrohman ayat 56 Allah berfirman:
“Fiihinna qooshirootuthorfi lam ythmitshunna insun qoblahum walaa jaan”
(Disorga ada bidadari- bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh manusia sebelum suami mereka (disorga) dan tidak pula oleh Jin” )
Berdasar hadist dari A’isyah: “Yaitu para wanita yang menurunkan jilbabnya dari atas kepala dan kemudian meletakkannya pada MUKA nya” . Bukhori: 7/65/375 – Muslim: 8/33/34.
Sebagian besar Ulama menafsirkan yang dimaksud “Qoosirootuthorfi” itu adalah “Bidadari sorga yang sopan- sopan” sesuai ayat- ayat sebelumnya yang sedang membahas masalah keadaan sorga.
»»  Dari A’isyah:  “Ada kafilah bertemu kami, saat itu kami bersama Rasulullah sedang Ihrom. Saat mereka telah dekat masing- masing kami menurunkan jilbabnya dari kepala sampai menutup muka. Dan saat kafilah itu telah melewati kami, kami membuka wajah kami.” Sunan Abu Dawud: 1/ 1833.
»»  Dari Ibnu Abbas: ” Allah memerintahkan para mukminat- apabila mereka keluar rumah untuk suatu hajat, agar menutup kepalanya dengan jilbab, membiarkannya satu atau kedua matanya untuk melihat melalui Niqob.” Tafsir At- Thobari 2/123 – Bukhori: 8/368/1
»»  Dari Anas bin Malik RA: Bahwa Rasulullah SAW bersabda: ” Apabila seorang wanita penghuni sorga melihat ke bumi, dia ingin untuk memenuhi ruang antara dia- bumi dan sorga dengan cahaya, dan ingin apapun yang ada diantaranya penuh dengan wewangian sorgawi, dan CADAR pada wajahnya lebih baih baik dari dunia dan seisinya” Bukhori: 8/572/1.
Ini menunjukkan bahwa PENGHUNI SORGAPUN MEMAKAI CADAR.
Bagi Jumhur Ulama, ini adalah sekedar informasi kebesaran pakaian para bidadari penghuni sorga, bukan perintah untuk memakainya. Sebagaimana informasi pada Surat Al- Muthoffifiin ayat 25 yang berbunyi:
” Yusqouna min rohiiqim makhtuum”= “Para penghuni sorga itu disuguhi minuman arak murni”. …….. Bukan berarti orang mukmin dibumi boleh minum arak murni.
Dan masih banyak lagi hadist- hadist dan ayat yang senada termasuk AYAT HIJAB, yakni Surat Al- Ahzab ayat 53 yang berbunyi diantaranya……….” Waidzaa sa altumuuhunna fas aluuhunna min waroo  I hijab” = ” Dan bila kalian akan meminta sesuatu kepada para istri Nabi, maka hendaklah kalian memintanya dari balik hijab…….”. (Tafsir Ibnu Katsier III/503)
Jumhur Ulama memaknai ayat ini untuk perlunya ada  PEMBATAS/ SATIR/ HIJAB yang memisahkan antara kum pria disatu tempat yang sama dengan kaum wanita agar tidak terjadi IKHTILATH (campur baur). Sedang para penganjur CADAR mengartikan pemakaian CADAR (dan jilbab secara keseluruhan) adalah sebagai manifestasi pengamalan ayat hijab. Wallohu a’lam.
* Hukum Jilbab Dan Cadar (Niqob)

DARAH NIFAS

Bahwa Nifas menurut bahasa berarti melahirkan. Adapun menu-rut istilah Syara’, Nifas ialah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan (wiladah), dan sebelum melampui 15 hari dan malam dari lahirnya anak. Permulaan nifas itu dimulai dari keluarnya darah, bukan dari keluarnya anak.
Darah yang keluar bersama bayi atau sebelum melahirkannya, tidak dihukumi darah nifas, tetapi termasuk darah istihadlat atau darah rusak (darah penyakit). (Fathul Qarib: 109, Bughiyatul Mustarsyidin: 22).
Dasar Hukum Nifas
Masa kebiasaan seorang wanita atas keluarnya darah nifas adalah 40 hari, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, dimana ia berkata:
كانت النفساء على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم تقعدبعد نفاسها أربعين يوما او أربعين ليلة (رواه أبو داود والترمذى
“Pada masa Rasulullah Saw. Para wanita yang sedang menjalani masa nifas menahan diri selama empat puluh hari atau empat puluh malam.” (HR. Abu Da-wud dan Tirmidzi).
Para ulama dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. dan para tabi’in    telah menempuh kesepakatan, bahwa wanita-wanita yang sedang men-jalani masa nifas harus meninggalkan shalat selama empat puluh hari. Apabila telah suci sebelum masa tersebut, maka hendaklah mandi dan mengerjakan shalat, demikian dikatakan oleh Imam Tirmidzi.
Lamanya Nifas dan Sucinya
Sekurang-kurangnya seorang wanita keluar darah nifas adalah satu tetesan, kebiasaannya Nifas 40 hari dan malam, sedang sebanyak-banyaknya nifas, selama 60 hari dan malam. Semuanya ini juga dengan dasar hasil penelitian Imam Syafi’i Ra. Kepa-da wanita Arab di Timur Tengah (Hasyiyah Al-Bajuri: 1/111 dan Abyanal Hawaij:11/268).
Paling lama nifas 60 hari tersebut, di hitung mulai dari keluarnya bayi. Adapun yang  dihukumi darah nifas itu mulai dari keluarnya darah. Sehingga, seumpama seorang wanita melahirkan anak pada tanggal1 kemudian ketika mengeluarkan darah mulai tanggal 5 itu penuh 60 hari dan malamnya, dimulai tanggal 5, dan yang dihukumi darah nifas adalah mulai tanggal 5. Adapun waktu antara lahirnya bayi dengan keluarnya darah, dihukumi suci. Oleh karena itu ia tetap kewajiban shalat dan kewajiban kewajiban yang lain.
Masalah-Masalah
Batas antara lahirnya bayi dengan keluarnya darah nifas seorang wanita, paling lama 15 hari. Apabila jarak antara keduanya lebih dari 15 hari, maka tidak dihukumi darah nifas, tetapi dihukumi darah haid.
Apabila seorang wanita setelah melahirkan anak kemudian meng-eluarkan darah dengan terputus-putus (setelah putus lalu keluar lagi), yang masih dalam 60 hari dan terputus-putusnya darah tidak sampai 15 hari, maka semua darah yang dikeluarkan maupun putus-putus yang ada sela-selanya,  darah tersebut dihukumi darah nifas (Hasyiyah Sulai-man al-Jamal ‘ala Syarhi al-Minhaj: 1/227).
Contoh-Contoh:
Seorang wanita melahirkan anak, kemudian langsung mengeluar-kan darah selama 15 hari, lalu putus selama 14 hari, lalu keluar darah lagi selama 10 hari, maka darah yang keluar serta putus di sela-selanya itu dihukumi nifas. Dan ia pada waktu berhenti tersebut diwajibkan mandi, shalat dan lain sebagainya seperti halnya orang yang suci, wala-upun akhirnya ternyata semuanya itu tidak sah, karena sebenarnya  masih ada di dalam nifas. Darah yang kedua (darah keluar setelah berhenti) itu, mulai keluar darah setelah tenggang 60 hari dari lahirnya anak, maka darah yang pertama (darah sebelum berhenti) dihukumi da-rah nifas, darah kedua dihukumi darah haid dan berhentinya dihukumi keadaan suci.
Seorang wanita melahirkan anak, kemudian mengeluarkan darah selama 59 hari, lalu berhenti selama dua hari, kemudian mengeluarkan darah lagi selama tiga hari, maka darah yang pertama dihukumi nifas, darah yang kedua dihukumi haid dan berhentinya dihukumi suci yang memisah antara haid dan nifas.
Dan seumpama darah yang kedua masih ada di dalamnya 60 hari, tetapi berhentinya selama 15 hari, maka darah yang pertama juga dihu-kumi nifas, darah yang kedua dihukumi haid dan berhentinya juga di hukumi suci.
Contohnya: Seorang wanita melahirkan anak, kemudian mengelu-arkan darah selama 10 hari, lalu berhenti selama 16 hari, kemudian mengeluarkan darah lagi, selama 4 hari, maka darah yang pertama dihukumi nifas, darah yang kedua. dihukumi haid dan berhentinya dihukumi suci yang memisah antara haid dan nifas.
Peringatan!
Keadaan suci yang memisahkan antara haid dengan nifas, atau memisahkan antara nifas dengan nifas itu, tidak disyaratkan harus ada 15 hari 15 malam, melainkan bisa saja hanya sehari atau bahkan kurang dari satu hari. Berbeda dengan keadaan suci yang memisah antara haid dengan haid.
Contoh keadaan waktu suci yang memisahkan antara haid dengan nifas ialah:
1.  Seorang wanita hamil mengeluarkan darah 5 hari, kemudian berhenti sehari, lalu ia melahirkan anak, kemudian mengeluarkan darah selama 40 hari, maka darah yang sebelum melahirkan dihukumi haid, dan darah yang sesudah melahirkan dihukumi nifas. Jadi waktu suci yang memisahkan antara haid dan nifas hanya sehari.
2.  Seorang wanita melahirkan anak, kemudian mengeluarkan darah selama 60 hari, kemudian berhenti sehari, lalu keluar darah lagi selama 10 hari, maka darah yang sebelum berhenti dihukumi nifas, dan darah keluar yang setelah berhenti dihukumi haid. Jadi waktunya suci yang memisahkannya hanya sehari.
3.  Waktu keadaan suci yang memisahkan antara nifas dengan nifas: Se-orang wanita melahirkan anak, kemudian disetubuhi oleh suaminya masih dalam keadaan nifas, dan akhirnya wanita itu hamil lagi, lalu setelah selesainya nifas cukup 60 hari, darahnya berhenti selama sehari, lalu ia melahirkan berupa segumpal darah, kemudian nifas lagi, maka berhenti yang lamanya sehari itu dihukumi suci, yang memisahkan antara nifas dengan nifas (Minhaju al-Qawim dengan Hasyiyah Sulaiman Kurdi :1/131,  Syarhu al-Mihaj serta Hasyiyah Sulaiman al-Jamal: 1/227).
* DARAH NIFAS

Rabu, 29 Juni 2011

ISRA MI'RAJ


(Maha Suci) artinya memahasucikan (Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya) yaitu Nabi Muhammad saw. (pada suatu malam) lafal lailan dinashabkan karena menjadi zharaf. Arti lafal al-isra ialah melakukan perjalanan di malam hari; disebutkan untuk memberikan pengertian bahwa perjalanan yang dilakukan itu dalam waktu yang sedikit; oleh karenanya diungkapkan dalam bentuk nakirah untuk mengisyaratkan kepada pengertian itu (dari Masjidilharam ke Masjidilaksa) yakni Baitulmakdis; dinamakan Masjidilaksa mengingat tempatnya yang jauh dari Masjidilharam (yang telah Kami berkahi sekelilingnya) dengan banyaknya buah-buahan dan sungai-sungai (agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda Kami) yaitu sebagian daripada keajaiban-keajaiban kekuasaan Kami. (Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) artinya yang mengetahui semua perkataan dan pekerjaan Nabi saw. Maka Dia melimpahkan nikmat-Nya kepadanya dengan memperjalankannya di suatu malam; di dalam perjalanan itu antara lain ia sempat berkumpul dengan para nabi; naik ke langit; melihat keajaiban-keajaiban alam malakut dan bermunajat langsung dengan Allah swt. Sehubungan dengan peristiwa ini Nabi saw. menceritakannya melalui sabdanya, "Aku diberi buraq; adalah seekor hewan yang berbulu putih; tingginya lebih dari keledai akan tetapi lebih pendek daripada bagal; bila ia terbang kaki depannya dapat mencapai batas pandangan matanva. Lalu aku menaikinya dan ia membawaku hingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian aku tambatkan ia pada tempat penambatan yang biasa dipakai oleh para nabi. Selanjutnya aku memasuki Masjidilaksa dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya. Setelah itu aku keluar dari Masjidilaksa datanglah kepadaku malaikat Jibril seraya membawa dua buah cawan; yang satu berisikan khamar sedangkan yang lain berisikan susu. Aku memilih cawan yang berisikan susu, lalu malaikat Jibril berkata, 'Engkau telah memilih fitrah (yakni agama Islam).' Nabi saw. melanjutkan kisahnya, kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit dunia (langit pertama), lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit; ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Kemudian pintu langit pertama dibukakan bagi kami; tiba-tiba di situ aku bertemu dengan Nabi Adam. Nabi Adam menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan untukku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kedua. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang kedua dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang anak bibiku, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Isa. Lalu keduanya menyambut kedatanganku, dan keduanya mendoakan kebaikan buatku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang ketiga, lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit ketiga bagi kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf; dan ternyata ia telah dianugerahi separuh daripada semua keelokan. Nabi Yusuf menyambut kedatanganku, lalu ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab. 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang keempat dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku ke langit yang kelima, lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kelima, maka ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Dan ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Lalu dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Selanjutnya malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia mengetuk pintunva, ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam buat kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, lalu Nabi Musa menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia mengetuk pintunya. Ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim. Kedapatan ia bersandar pada Baitulmakmur. Ternyata Baitulmakmur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, yang selanjutnya mereka tidak kembali lagi padanya. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke Sidratul Muntaha, kedapatan daun-daunnya bagaikan telinga-telinga gajah dan buah-buahan bagaikan tempayan-tempayan yang besar. Ketika semuanya tertutup oleh nur Allah, semuanya menjadi berubah. Maka kala itu tidak ada seorang makhluk Allah pun yang dapat menggambarkan keindahannya. Rasulullah saw. melanjutkan kisahnya, maka Allah mewahyukan kepadaku secara langsung, dan Dia telah (mewajibkan) kepadaku lima puluh kali salat untuk setiap hari. Setelah itu lalu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa (langit yang keenam). Maka Nabi Musa bertanya kepadaku, 'Apakah yang diwajibkan oleh Rabbmu atas umatmu?' Aku menjawab, 'Lima puluh kali salat untuk setiap harinya.' Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan dari-Nya karena sesungguhnya umatmu niscava tidak akan kuat melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji mereka.' Rasulullah saw. melanjutkan kisahnya, maka aku kembali kepada Rabbku, lalu aku memohon, 'Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.' Maka Allah meringankan lima waktu kepadaku. Lalu aku kembali menemui Nabi Musa. Dan Nabi Musa bertanya, 'Apakah yang telah kamu lakukan?' Aku menjawab, 'Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.' Maka Nabi Musa bertanya, 'Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya.' Rasulullah melanjutkan kisahnya, maka aku masih tetap mondar-mandir antara Rabbku dan Nabi Musa, dan Dia meringankan kepadaku lima waktu demi lima waktu. Hingga akhirnya Allah berfirman, 'Hai Muhammad, salat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap salat berpahala sepuluh salat, maka itulah lima puluh kali salat. Dan barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan, kemudian ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan. Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginva pahala sepuluh kali kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya. Dan jika ia mengerjakannya maka dituliskan baginva dosa satu keburukan.' Setelah itu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu kepadanya. Maka ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya.' Maka aku menjawab, 'Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.'" (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadis ini berdasarkan Imam Muslim). Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak meriwayatkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Aku melihat Rabbku Azza Wajalla."
* ISRA MI'RAJ

Senin, 17 Januari 2011

Matanya Bisa Melihat Kembali Berkat Doa Ibunya

Imam Abu ‘Abdillah, Muhammad bin Isma’il al-Bukhary dinilai sebagai Amirul Mukminin dalam hadits, tidak ada seorang ulama pun yang menentang pendapat ini.
Lalu apa nikmat Allah atas sejak ia masih kecil?

Imam al-Lalika`iy meriwayatkan di dalam kitabnya Syarh as-Sunnah dan Ghanjar di dalam kitabnya Taariikh Bukhaara mengisahkan sebagai berikut:
”Sejak kecil imam al-Bukhary kehilangan penglihatan pada kedua matanya alis buta. Suatu malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi Allah, al-Khalil, Ibrahim AS yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita, Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu karena begitu banyaknya kamu berdoa.”

Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan ternyata benar, Allah telah mengembalikan penglihatannya.

(SUMBER: asy-Syifa` Ba’da al-Maradl karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy sebagai yang dinukilnya dari kitab Hadyu as-Saary Fi Muqaddimah Shahih al-Buukhary karya al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalany)
* Matanya Bisa Melihat Kembali Berkat Doa Ibunya

Wanita Yang Tak Pernah Shalat, Mati Saat Sedang Berdandan!

Temanku berkata kepadaku, "Ketika perang teluk berlangsung, aku sedang berada di Mesir dan sebelum perang meletus, aku sudah terbiasa menguburkan mayat di Kuwait yang aku ketahui dari masyarakat setempat. Salah seorang familiku menghubungiku meminta agar menguburkan ibu mereka yang meninggal. Aku pergi ke pekuburan dan aku menunggu di tempat memandikan mayat.

Di sana aku melihat empat wanita berhijab bergegas meninggalkan tempat memandikan mayat tersebut. Aku tidak menanyakan sebab mereka keluar dari tempat itu karena memang bukan urusanku. Beberapa menit kemudian wanita yang memandikan mayat keluar dan memintaku agar menolongnya memandikan mayat tersebut. Aku katakan kepadanya, 'Ini tidak boleh, karena tidak halal bagi seorang lelaki melihat aurat wanita.' Tetapi ia mengemukakan alasannya bahwa jenazah wanita yang satu ini sangat besar.

Kemudian wanita itu kembali masuk dan memandikan mayat tersebut. Setelah selesai dikafankan, ia memanggil kami agar mayat tersebut diusung. Karena jenazah ini terlalu berat, kami berjumlah sebelas orang masuk ke dalam untuk mengangkatnya. Setelah sampai di lubang kuburan (kebiasaan penduduk Mesir membuat pekuburan seperti ruangan lalu dengan menggunakan tangga, mereka menurunkan mayat ke ruangan tersebut dan meletakkannya di dalamnya dengan tidak ditimbun).

Kami buka lubang masuknya dan kami turunkan dari pundak kami. Namun tiba-tiba jenazahnya terlepas dan terjatuh ke dalam dan tidak sempat kami tangkap kembali hingga aku mendengar dari gemeretak tulangnya yang patah ketika jenazah itu jatuh. Aku melihat ke dalam ternyata kain kafannya sedikit terbuka sehingga terlihat auratnya. Aku segera melompat ke jenazah dan menutup aurat tersebut.

Lalu dengan susah payah aku menyeretnya ke arah kiblat dan aku buka kafan di bagian mukanya. Aku melihat pemandangan yang aneh. Matanya terbe-lalak dan berwarna hitam. Aku menjadi takut dan segera memanjat ke atas dengan tidak menoleh ke belakang lagi.

Setelah sampai di apartemen, aku menghubungi salah seorang anak perempuan jenazah. Ia bersumpah agar aku menceritakan apa yang terjadi saat memasukkan jenazah ke dalam kuburan. Aku berusaha untuk mengelak, namun ia terus mendesakku hingga akhirnya terpaksa harus memberitahukannya. Ia berkata, "Ya Syaikh (panggilan yang sering diucapkan kepada seorang ustadz-red), ketika anda melihat kami bergegas keluar dikarenakan kami melihat wajah ibu kami menghitam, karena ibu kami tidak pernah sekalipun melaksanakan shalat dan meninggal dalam keadaan berdandan."

Kisah nyata ini menegaskan bahwa Allah SWT menghendaki agar sebagian hamba-Nya melihat bekas Su'ul khatimah hamba-Nya yang durhaka agar menjadi pelajaran bagi yang masih hidup. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan pelajaran bagi orang-orang yang berakal.

(SUMBER: Serial Kisah Teladan karya Muhammad bin Shalih al-Qahthani, Juz 2 seperti yang dinukilnya dari Kisah-Kisah Nyata karya Abdul Hamid Jasim al-Bilaly, PENERBIT DARUL HAQ)
* Wanita Yang Tak Pernah Shalat, Mati Saat Sedang Berdandan!